Dosen : Said M.
Rahimin, S.Ag., MM
TUGAS MAKALAH
ETIKA
BISNIS
“HAK PEKERJA”
O L E H
:
KELOMPOK 9
Sirojuddin, Mutiandani, saniah
Prodi :
Ekonomi Syari’ah
Semester : III A
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM (STAI)
NATUNA
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami
dapat menyelesaikan tugas makalah
ETIKA BISNIS. Dan kami juga berterima kasih kepada Dosen mata kuliah ETIKA BISNIS, Bapak Said M. Rahimin,
S.Ag.,MM yang telah memberikan tugas makalah ini
kepada kami.
Kami
sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang mengenai hak-hak seorang
pekerja dalam etika berbisnis.
Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya
kritikan, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga tugas yang
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………........ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG…………………………………………………...1
B.
TUJUAN………………………………………………………………...1
BAB II :
ISI/PEMBAHASAN
A.
MACAM-MACAM
HAK PEKERJA…………………………………..2
B.
ETIKA
KERJA………………………………………………………….5
C.
PRINSIP
ETIS DALAM BEKERJA…………………………………...6
D.
WHISTLE
BLOWING…………………………………………………7
BAB III : PENUTUP
A.
KESIMPULAN…………………………………………………………9
B.
KRITIK
DAN SARAN…………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… .10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Salah satu elemen penting dalam dunia usaha adalah
masalah ketenagakerjaan, karena tenaga kerja adalah penggerak sektor usaha yang
memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya dan pekerja adalah salah satu
sumber daya terpenting bagi perusahaan. Kita dapat berkaca dari Negara China,
dimana China sebagai pesaing Indonesia pada awalnya unggul di bidang tenaga
kerja murah karena memberikan upah buruh jauh dibawah upah buruh yang berlaku
di Indonesia, namun belakangan ini justru secara umum berada diatas Indonesia.
Biaya operasional di China relatif rendah bukan semata-mata karena rendahnya
upah buruh, melainkan karena adanya upaya meningkatkan efisiensi dan
produktifitas, atau korea selatan yang tidak mempunyai sumber daya alam yang
memadai, namun pendapatan perkapitanya bias mencapai 20.000 dollar AS, berkat
ketrampilan pekerjanya.
Sejak awal abad ke-20, masalah ketenagakerjaan
mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, karena manusia
sudah tidak dipandang lagi sebagai barang dagangan, tetapi sebagai makhluk yang
mempunyai harga diri dan keinginan. Munculnya perhatian tersebut diantaranya
dipicu karena berkembangnya manajemen ilmiah yang mengulas tentang tenaga
kerja, kemajuan serikat-serikat pekerja serta campur tangan pemerintah dalam mendorong
pengusaha untuk memperhatikan soal ketenagakerjaan.
A.
TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memgetahui seperti apa hak-hak
seorang pekerja dalam etika berbisnis.
BAB II
ISI/PEMBAHASAN
A. MACAM-MACAM HAK PEKERJA
1.
Hak atas Pekerjaan
Hak atas pekerjaan merupakan suatu hak asasi manusia. Karena, pertama,
sebagai mana dikatakan John Locke, kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja
adalah aktivitas tubuh dan karena itu
tidak bisa dilepaskan atau dipikirkan lepas dari tubuh manusia. Karena
tubuh adalah milik kodrati atau asasi setiap orang, dan karena itu tidak bisa
dicabut, dirampas, atau diambil darinya, maka kerja pun tidak bias dicabut,
dirampas, atau diambil dari seseorang. Maka, sebagaimana halnya tubuh dan
kehidupan merupakan salah satu hak asasi manusia, kerja pun merupakan salah
satu hak asasi manusia. Bersama hak atas hidup dan tubuh, hak atas kerja
dimiliki manusia hanya karena dia adalah manusia. Ia melekat pada manusia
sebagai manusia sejak lahir dan seorangpun tak dapat merampasnya.
Kedua, kerja merupakan perwujudan diri manusia. Melalui kerja, manusia
merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan
lingkungannya yang lebih manusiawi. Melalui kerja manusia menentukan hidupnya
sendiri sebagai manusia mandiri.
Ketiga, hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia karena
kerja berkaitan dengan hak atas hidup, bahkan hak atas hidup yang layak. Hanya
dengan dan melalui kerjanya manusia dapat hidup dan juga dapat hidup secara
layak sebagai manusia. Karena dengan pentingnya, hak ini lalu dikodifikasi
dalam hukum positif oleh Negara tertentu. Indonesia misalnya, dengan jelas
mencantumkan, dan berarti menjamin sepenuhnya, hak atas pekerjaan ini. Pasal
27, ayat 2, UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “ Tiap-tiap warga Negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti
negara kita mengakui dan menjamin hak atas pekerjaan sebagai hak asasi (demi
kemanusiaan), dan juga karena hak ini berkaitan dengan penghidupan yang layak sebagai manusia. Ini menunjukkan bahwa jauh
sebelum Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB, yang juga menganggap hak
atas pekerjaan sebagai suatu hak asasi manusia, Indonesia telah mengakui hak
atas pekerjaan sebagai suatu hak asasi yang dimiliki setiap warga. [1]
2.
Hak atas Upah yang Adil
Hak atas
upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak
ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Karena itu perusahaan
yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk memberikan upah yang adil. Dalam
hak atas upah yang adil ada tiga hal yang harus ditegaskan.
Pertama,
bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah. Artinya, setiap pekerja berhak
untuk dibayar. Ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Dalam kerangka
keadilan komutatif ini merupakan hak sempurna, yaitu hak yang dituntut untuk
dipenuhi perusahaan dan bahkan setiap pekerja berhak memaksa perusahaan untuk
memenuhinya.
Kedua,
setiap orang tidak hanya berhak memperoleh upah, tetapi juga berhak untuk memperoleh
upah yang adil, yaitu upah yang sebanding dengan tenaga yang telah
disumbangkannya.
Ketiga,
hak atas upah yang adil adalah bahwa pada prinsipnya tidak boleh ada perlakuan
yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua karyawan.
Dengan kata lain, harus berlaku prinsip upah yang sama untuk pekerjaan yang
sama. Maksudnya, tidak boleh ada tingkat upah yang berbeda-beda antara satu
pekerja dengan pekerja yang lain untuk bidang pekerjaan yang sama, kecuali atas
dasar pertimbangan yang rasional dan objektif dan dari segi moral dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka dan transparan. [2]
3.
Hak untuk Berserikat dan Berkumpul
Ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk
berserikat dan berkumpul ini. Pertama,ini merupakan salah satu wujud utama dari
hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia. Dasar
filosofisnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu menurut dan berdasarkan
kodratnya cenderung berkumpul dan berserikat dengan sesamanya. Karena itulah
hak pekerja untuk berserikat dan berkumpul merupakan salah satu hak asasi
manusia yang harus dijamin. Melarang dan melanggar hak ini berarti merendahkan
martabat manusia, khususnya sebagai makhluk sosial. Kedua, sebagaimana telah
dikatakan diatas, dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat
bersama-sama secara kompak memperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya hak
atas upah yang adil. Dengan berserikat dan berkumpul, posisi mereka menjadi
kuat dan karena itu tuntutan wajar mereka dapat lebih diperhatikan, yang pada
gilirannya berarti hak mereka akan lebih bias dijamin. Tanpa hak berserikat dan
berkumpul, mereka akan sulit bersatu dan itu berarti posisi mereka menjadi
lemah. Konsekuensinya, hak-hak mereka sulit ditegakkan. Karena itu, setiap
pekerja berhak dan dijamin haknya untuk bergabung dengan sesame pekerjaan
lainnya dalam sebuah serikat pekerja dan secara bersama berhak mengadakan
tawar-menawar dengan pihak perusahaan.
Catatan penting yang perlu diberikan disini adalah
bahwa para manejer puncak diharapkan untuk menjadi katalisator penting dalam perjuangan menegakkan hak pekerja ini.
4.
Hak atas Perlindungan Keamanan dan
Kesehatan
Setiap perusahaan/ organisasi wajib menyediakan
jaminan kesehatan dan melindungi setiap pekerjanya, terutama untuk perusahaan
yang mengandung risiko cukup tinggi. Upaya perusahaan dapat berupa penyediaan
masker dan helm pelindung, memelihara lingkungan tempat kerja, penyediaan alat
pemadam kebakaran serta memberikan jaminan asuransi kesehatan.[3]
5.
Hak untuk Diproses Hukum Secara Sah
Hak ini
terutama berlaku ketika seseorang pekerja dituduh dan diancam dengan hukuman
tertentu karena diduga melakukan pelanggaran atau kesalahan tertentu. Dalam hal
ini, pekerja tersebut wajib diberi kesempatan untuk mempertanggung jawabkan
tindakannya. Ia wajib diberi kesempatan untuk membuktikan apakah ia melakukan
kesalahan seperti dituduhkan atau tidak. Konkretnya, kalau ia tidak bersalah ia
wajib diberi kesempatan untuk membela diri. Jadi, dia harus di dengar
pertimbangannya, alasannya, saksi yang mungkin bias dihadapkannya, atau kalau
dia bersalah dia harus diberi kesempatan untuk mengaku secara jujur dan minta
maaf.
Ini
berarti, baik secara legal maupun moral perusahaan tidak diperkenankan untuk
menindak seseorang karyawan secara sepihak tanpa mencek atau mendengarkan
pekerja itu sendiri. Tindakan sepihak dengan memecat pekerja itu misalnya,
merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan melanggar hak dan martabat setiap
pekerja, setiap manusia. Siapapun karyawan itu, dia harus didengar dan harus
pula bisa membuktikan posisinya dengan saksi dan bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan.[4]
6.
Hak untuk Diperlakukan Secara Sama
Dengan hak
ini mau ditegaskan bahwa semua pekerja, pada prinsipnya, harus diperlakukan
secara sama. Artinya, tidak boleh ada diskriminasi dalam perusahaan entah
berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama, dan semacamny, baik dalam
sikap dan perlakuan, gaji, maupun peluang untuk jabatan, pelatihan atau
pendidikan lebih lanjut. Tentu tetap saja ada perbedaan di sana sini, tetapi
perbedaan dalam gaji dan peluang misalnya, harus didasarkan pada criteria dan
pertimbangan yang rasional, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka, misalnya atas dasar kemampuan, pengalaman, prestasi, kondite, dan
semacamnya. Diskriminasi yang didasarkan pada jenis kelamin, etnis, agama, dan
semacamnya adalah perlakuan yang tidak adil.
7.
Hak atas Rahasia Pribadi
Merupakan
hak individu untuk menentukan seberapa banyak informasi mengenai dirinya yang
boleh diungkapkan kepada pihak lain, artinya pekerja dijamin haknya untuk tidak
mengungkapkan sesuatu yang dianggap sangat pribadi, namun dengan catatan tidak
membahayakan kepentingan orang lain.[5]
8.
Hak atas Kebebasan Suara Hati
Hak ini menuntut agar setiap
pekerja harus dihargai kesadaran moralnya. Ia harus dibiarkan bebas mengikuti
apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik. Konkretnya, pekerja tidak
boleh dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggapnya tidak baik.
B. ETIKA KERJA
Etika
kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai etika yang berlaku di
lingkungannya, dengan tujuan untuk mengatur tata karma aktivitas para
karyawannya agar mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang maksimal.
Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawannya sebagai satu
kesatuan dalam lingkungannya, etika kerja menyangkut hubungan kerja antara
perusahaan dan karyawannya, dam etika perorangan mengatur hubungan antar
karyawan.
Menurut AB Susanto terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan
terciptanya iklim etika dalam perusahaan, yaitu :
1.
Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
2.
Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan
saling percaya.
3.
Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai.
Dengan menggunakan etika bisnis sebagai dasar
prilaku dalam bekerja, baik digunakan oleh manajemen maupun oleh semua anggota
organisasi, maka perusahaan akan mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. SDM yang berkualitas adalah yang memiliki kesehatan moral dan
mental, punya semangat dalam meningkatkan kualitas kerja di segala bidang,
mampu beradaptasi dan memiliki kreativitas tinggi, ulet dan pantang menyerah,
serta berorientasi pada produktivitas kerja.
Cara untuk membangun lingkungan etis adalah dengan
memulainya di tahap puncak, para atasan harus mengatur pola, menandakan bahwa
tingkah laku etis akan mendapat dukungan dan tingkah laku tidak etis tidak akan
tolelir. Salah satu alat yang dapat digunakan perusahaan untuk menciptakan
iklim beretika dalam perusahaan adalah dengan menciptakan kode etik. Kode etik
berfungsi sebagai inspirasi dan panduan dalam bekerja, pencegahan dan disiplin,
memelihara tanggung jawab, memelihara keharmonisan, memberikan dukungan.[6]
Sebagian besar perusahaan yang ingin meningkatkan perilaku etis mereka
mengembangkan kode-kode etik untuk organisasi mereka.
C. PRINSIP ETIS DALAM BEKERJA
Dalam
bekerja setidaknya kita bisa mendasarkan pada prinsip dalam bekerja, yaitu :
1.
Bekerja dengan ikhlas,
2.
Bekerja dengan tekun dan bertanggung jawab,
3.
Bekerja dengan semangat dan disiplin,
4.
Bekerja dengan kejujuran dan dapat dipercaya,
5.
Berkemampuan dan bijaksana,
6.
Bekerja dengan berpasangan,
7.
Bekerja dengan memperhatikan kepentingan umum.
Masalah yang dapat timbul yang berhubungan dengan etika dalam bekerja
yaitu berupa diskriminasi, konflik kepentingan dan penggunaan sumber-sumber
perusahaan.
ü Diskriminasi
terjadi
bila pekerja merasa diperlakukan tidak sama, misalkan karena perbedaan ras,
etnis, agama, usia, status perkawinan atau jenis kelamin serta keanggotaan
serikat buruh atau afiliasi politik.
ü Konflik Kepentingan
Suatu
konflik atas kepentingan dapat timbul bila pekerja mempunyai, secara langsung
maupun tidak langsung kepentingan pribadi di dalam mengambil suatu keputusan,
dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara objektif, bebas dri
keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Konflik kepentingan
muncul saat kepentingan pribadi pegawai mendorongnya melakukan tindakan yang
mungkin bukan merupakan tindakan yang terbaik bagi perusahaan, dan tidak selalu
berkaitan dengan masalah uang.
ü Penggunaan Sumber-sumber Perusahaan
Adalah
beberapa aktivitas mungkin akan memberikan keuntungan karyawan secara
perorangan, yang tidak diketahui atau disetujui oleh atasan anda. Hal ini dapat
berupa :
1. Pemakai
atau menyalah-gunakan milik perusahaan untuk pemakaian pribadi atau keuntungan
pribadi.
2. Secara
fisik mengubah atau merusak milik perusahaan tanpa izin yang sesuai.
3. Menghilangkan
milik perusahaan atau memakai jasa layanan perusahaan tanpa persetujuan dari
manjemen sebelumnya.
D.
WHISTLE
BLOWING
Whistle
blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. [7] tujuan
whistle blowing adalah untuk meperbaiki atau mencegah suatu tindakan yang
merugikan.
Ada dua
macam whistle blowing, yaitu :
1.
Whistle
blowing internal. Ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan,
dimana yang melakukan kecurangnan adalah individu di dalam perusahaan, kemudian
dilaporkan ke atasan yang bersangkutan, karena tindakannya dapat merugikan
perusahaan.
2.
Whistle
blowing eksternal. Ini terjadi jika yang melakukan kecurangan adalah
perusahaannya, dimana akibat yang ditimbulkannya berdampak negatif pada
masyarakat, sehingga pekerja mengungkapkan kecurangan tersebut kepada khalayak
umum. Secara umum ini merupakan indikasi mengenai adanya kegagalan serius dalam
sistem komunikasi internal perusahaan, karena perusahaan tidak mempunyai
kebijakan atau prosedur yang jelas yang memungkinkan pegawai menyampaikan
pertimbangan –pertimbangan moral mereka di luar perintah yang standar.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa macam-macam
hak pekerja adalah hak atas pekerjaan, hak atas upah yang adil, hak untuk
berserikat dan berkumpul, hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan, hak
untuk diproses hukum secara sah, hak untuk diperlakukan sama, hak atas rahasia
pribadi, dan hak atas kebebasan suara hati. Etika kerja merupakan rumusan
penerapan nilai-nilai etika yang berlaku di lingkungannya. dengan tujuan untuk
mengatur tata karma aktivitas para karyawannya agar mencapai tingkat efisiensi
dan produktivitas yang maksimal. Dalam bekerja setidaknya kita bisa mendasarkan
pada prinsip dalam bekerja, yaitu Bekerja
dengan ikhlas, Bekerja dengan tekun dan bertanggung jawab, Bekerja dengan
semangat dan disiplin, Bekerja dengan kejujuran dan dapat dipercaya, Berkemampuan
dan bijaksana, Bekerja dengan berpasangan, Bekerja dengan memperhatikan
kepentingan umum. Masalah yang dapat timbul yang berhubungan dengan etika dalam
bekerja yaitu berupa diskriminasi, konflik kepentingan dan penggunaan
sumber-sumber perusahaan.
B.
KRITIK DAN SARAN
Demikianlah isi pembahasan dari makalah ini, namun
sebagai manusia yang tidak sempurna kami menyadari bahwa ada banyak kesalahan-kesalahan serta
kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya baik dalam dari segi isi,
pengetikan, dan kesalahan-kesalahan lain yang terjadi, untuk itu beribu ma’af kami harapkan,
kiranya bisa dimaklumi.
Namun demikian, segala masukkan,
tanggapan, saran serta kritikkan yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikkan dimasa depan. Terima kasih..!!
DAFTAR PUSTAKA
DR. Erni R. Ernawan: 2007, Bussines Ethics, Bandung, Alfabeta
Bandung
DR. A. Sonny Keraf : 1998, Etika Bisnis, KANISIUS.
[2] ) DR. A. Sonny Keraf, Etika
Bisnis, hal 164-165
[3] ) Dr. Erni R. Ernawan, SE.MM, Business Ethics, hal 68
[4]
) DR. A. Sonny Keraf, Etika
Bisnis, hal 170
[5] ) Dr. Erni R. Ernawan, SE.MM, Business Ethics, hal 69
[6] ) Dr. Erni R. Ernawan, SE.MM, Business Ethics, hal 72
[7] ) DR. A. Sonny Keraf, Etika
Bisnis, hal 172